Minggu, 02 Maret 2014
Tentang Obat Palsu
| |
Produk
farmasi yang dipalsukan atau tidak terdaftar sangat mudah ditemukan di
Indonesia dan merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Keuntungan perdagangan obat palsu diperkirakan mencapai 10% dari total
pasar obat-obatan, atau sekitar US$200 juta. Himpitan ekonomi dan masalah politik serta kurangnya koordinasi di antara badan otoritas terkait mengakibatkan lemah dan kurangnya upaya pemberantasan obat palsu. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan berbagai macam upaya. Namun demikian hasil kerja keras tersebut tidak berbuah karena hukum dan peraturan yang berlaku menerapkan hukuman yang terlalu ringan bagi pelanggar hukum sehingga tidak tercipta efek jera. Pelaku pemalsuan, misalnya, hanya dikenakan enam bulan hukuman penjara. Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Uni Eropa dan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi UI (LPEM-UI) membuat studi bersama yang hasilnya merekomendasikan pemerintah untuk menunjukkan komitmen yang lebih kuat untuk menanggulangi masalah pemalsuan obat. Penerapan hukum yang lemah dan terus meningkatnya tren pemalsuan obat merupakan kendala utama bagi IPMG. Obat palsu juga merupakan masalah yang dihadapi banyak negara lain, dan IPMG tetap optimis akan prospek kerjasama dengan pemerintah dan lembaga terkait untuk menangani masalah ini melalui upaya yang transparan dan seirama serta hubungan kerja yang bersifat kemitraan dan konsultatif. |
|
Definisi Obat Palsu
| |
Menurut Kepmenkes No. 1010/2008: “Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau produksi obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki izin edar”. Menurut WHO: “Obat-obatan yang secara sengaja pendanaannya dipalsukan, baik identitasnya maupun sumbernya”. WHO mengelompokkan obat palsu ke dalam lima kategori:
|
|
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar